Prakiraan Cuaca Akhir Tahun 2025, Relawan Tetap Siaga
Dalam beberapa pekan terakhir, cuaca terasa semakin tidak menentu. Pagi terasa panas terik, sore turun hujan yang disertai angin kencang. Menurut Badan Meteorologi. Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Indonesia saat ini sedang berada di masa peralihan musim, dari kemarau menuju hujan.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto mengatakan bahwa perubahan suhu ini merupakan hal yang wajar di masa pancaroba. “Indonesia saat ini sedang berada dalam fase peralihan musim atau pancaroba, dari musim kemarau menuju musim hujan,” katanya.

Fenomena ini terjadi di sebagian wilayah Indonesia, terutama di Jawa, Bali, Kalimantan, Papua, Sulawesi mulai memasuki musim hujan. BMKG mencatat intensitas curah hujan tinggi sudah mulai terjadi di daerah Jakarta, Balikpapan, dan Palangkaraya, dengan curah hujan mencapai lebih dari 100 mm/hari.
Tetapi di beberapa wilayah suhu ekstrim mulai menurun. Sebelumnya, suhu sempat mencapai 37°C, sekarang mulai stabil. Meski begitu, masyarakat tetep diingatkan untuk siaga menghadapi potensi bencana seperti banjir, longsor, dan angin kencang yang sering terjadi di awal musim hujan.
Cuaca Ekstrem, Semua Harus Lebih Siaga
BMKG mencatat aktivitas atmosfer global seperti Madden Julian Oscillation (MJO) dan gelombang Rossby ekuator sedang aktif di wilayah Indonesia. Aktivitas ini membentuk awan hujan meningkat di banyak daerah. Masyarakat diimbau agar memantau informasi prakiraan dan peringatan cuaca secara rutin.
Perubahan cuaca ini menjadi pengingat penting untuk melakukan mitigasi bencana mulai dari hal kecil. Misalnya, rutin membersihkan saluran air agar tidak mampet, cek atap rumah agar tidak bocor, atau menyiapkan perlengkapan darurat di rumah. Langkah seperti itu sudah masuk bentuk kesigapan. Karena sering sekali, bencana besar berasal dari hal kecil yang tidak diantisipasi sejak awal.
DLT XI, Bentuk Nyata Jiwa Kerelawanan
Di tengah kondisi cuaca yang semakin tidak menentu ini, semangat relawan tetap kerelawanan tetap berkoar. Salah satu buktinya terlihat dalam kegiatan Disaster Leadership Training (DTL) XI oleh Sekolah Relawan yang sukses digelar 19-21 September 2025 di Gunung Batur, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Bogor. Selama tiga hari, peserta belajar banyak hal seputar penanganan bencana mulai dari Disaster Management, Navigasi Darat, Basic Life Support (BLS), Teknik Evakuasi, sampai Vertical Rescue.
Pelatihan ini bukan cuma soal teknik. Peserta juga diajarkan soal empati, kerja sama, dan kepemimpinan. Bagaimana caranya tetap tenang di situasi darurat, saling percaya pada anggota tim, dan tetap kuat saat menghadapi tekanan lapangan.
Kegiatan seperti DLT ini menunjukan bahwa menjadi relawan itu bukan cuma niat, tapi juga soal proses belajar dan latihan agar dapat membantu orang lain dengan cara yang tepat dan aman.
Bangun Budaya Siaga Bersama
Musim hujan datang setiap tahun, tetapi tingkat kesiapan masyarakat berbeda tiap tahunnya. Karena itu, penting untuk terus membangun budaya siaga bencana melalui edukasi, latihan, dan aksi nyata di lingkungan sekitar. Mulai dari hal yang sederhana seperti membersihkan selokan, tanam pohon, menyebarkan informasi cuaca, itu semua bagian dari mitigasi bencana.

Seperti yang ditunjukan para peserta DLT XI, jari relawan bukan cuman soal turun tangga saat bencana, tapi juga soal menyampaikan diri dan orang lain sebelum bencana datang. Pada akhirnya, menghadapi cuaca ekstrem bukan cuma soal bertahan, tetapi juga tentang kesiapan, empati, dan semangat kerelawanan yang tumbuh dari hati.
Penulis: Siti Fauziyah Handayani
Dokumentasi: Adhe Noegraha