Tane’ Olen: Kearifan Dayak Kenyah dalam Menjaga Hutan dan Mitigasi Bencana

Indonesia dikenal sebagai negeri dengan keragaman adat dan budaya yang luar biasa. Di balik keragaman itu, tersimpan pula kearifan lokal yang tidak hanya melestarikan tradisi, tetapi juga berperan penting dalam menjaga kelestarian alam serta mengurangi risiko bencana. Salah satu contohnya berasal dari masyarakat Dayak Kenyah di Kalimantan Timur.

Alam sebagai Sumber Kehidupan

Bagi masyarakat Dayak Kenyah, alam bukan sekadar ruang hidup, melainkan sumber utama keberlangsungan kehidupan. Aktivitas sehari-hari seperti berladang, berburu, membuat perahu, meramu obat-obatan, hingga memenuhi kebutuhan pangan, semuanya bersandar pada alam. Hubungan mereka dengan alam bersifat timbal balik: manusia menjaga alam, alam pun memberi kehidupan.

Tane’ Olen: Hutan Adat yang Dilindungi

Salah satu bentuk nyata kearifan lokal Dayak Kenyah adalah tradisi tane’ olen. Dalam tradisi ini, kawasan hutan tertentu ditetapkan sebagai hutan adat yang dikuasai serta dijaga oleh masyarakat. Aturan adat secara tegas melarang penebangan pohon atau perusakan hutan yang bertentangan dengan nilai-nilai leluhur.

Tidak hanya pepohonan, satwa tertentu juga dilindungi karena diyakini memiliki pengaruh terhadap keselamatan manusia dan keseimbangan ekosistem. Dengan demikian, pengelolaan hutan melalui tradisi ini tidak hanya mencukupi kebutuhan hidup masyarakat, tetapi juga menjadi bentuk nyata konservasi alam yang berkelanjutan.

Manfaat bagi Lingkungan dan Mitigasi Bencana

Praktik tane’ olen terbukti memberi manfaat ekologis yang besar. Hutan yang terjaga berfungsi sebagai penyimpan air, penyerap karbon, sekaligus penyangga ekosistem. Dengan tetap lestarinya kawasan hutan, risiko bencana alam seperti banjir dan kekeringan dapat ditekan. Keseimbangan ini menjadi kunci bagi keberlangsungan hidup masyarakat Dayak Kenyah sekaligus lingkungan sekitarnya.

Pengakuan Negara terhadap Kearifan Lokal

Kesadaran akan pentingnya kearifan lokal dalam menjaga hutan juga mendapat dukungan dari pemerintah. Pada tahun 2012, melalui kebijakan Hutan Desa yang diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.49/Menhut-II/2008, masyarakat adat diberi akses legal untuk mengelola dan memanfaatkan hutan negara. Kebijakan ini membuka ruang bagi masyarakat lokal, termasuk Dayak Kenyah, untuk melestarikan hutan dengan pendekatan berbasis budaya.

Warisan Bernilai untuk Generasi Mendatang

Tradisi tane’ olen membuktikan bahwa kearifan lokal tidak hanya menjaga identitas budaya, tetapi juga memberikan kontribusi nyata dalam pengurangan risiko bencana. Masyarakat Dayak Kenyah telah menunjukkan bahwa pelestarian hutan bukan hanya soal menjaga alam, tetapi juga tentang menjaga kehidupan manusia itu sendiri.