Kearifan Lokal Garut: Gunung Kaian dan Gawir Awian sebagai Mitigasi Bencana
Indonesia adalah negeri dengan keragaman budaya yang sarat dengan kearifan lokal. Setiap komunitas adat memiliki cara tersendiri dalam menjaga lingkungan sekaligus mengurangi risiko bencana. Salah satunya dapat ditemukan di Kabupaten Garut, Jawa Barat, sebuah wilayah dengan kondisi topografi yang sangat beragam: gunung, rimba, laut, pantai, dan sungai—yang dikenal dengan istilah GURILAPS.
Keragaman bentang alam tersebut menjadikan Garut rentan terhadap berbagai ancaman bencana, mulai dari erupsi gunung berapi, longsor, banjir, hingga tsunami. Tidak heran jika wilayah ini sering disebut sebagai “minimarket bencana.” Namun, masyarakat Garut sejak lama telah memiliki kearifan lokal yang diwariskan oleh para leluhur untuk menjaga keseimbangan alam sekaligus meminimalkan risiko bencana.
Dua Pepatah Ki Sunda: Gunung Kaian dan Gawir Awian
Dalam tradisi Sunda, terdapat dua pepatah yang hingga kini masih relevan untuk diterapkan, yakni “gunung kaian” (gunung tanami pohon) dan “gawir awian” (tebing tanami bambu).
Pepatah gunung kaian mengingatkan masyarakat agar tidak menebang pohon secara sembarangan tanpa upaya menanam kembali. Hutan yang gundul tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga meningkatkan risiko banjir dan longsor. Pohon berfungsi sebagai penyerap air, penghasil oksigen, penahan tanah, serta habitat satwa. Menjaga pohon berarti menjaga keberlangsungan hidup bersama.
Sementara itu, pepatah gawir awian menekankan pentingnya menanami tebing dengan bambu. Akar bambu yang kuat berfungsi menahan tanah dan mencegah terjadinya erosi maupun longsor. Dengan demikian, pepatah ini tidak hanya merupakan ungkapan bijak, melainkan strategi praktis dalam menghadapi kondisi geografis Garut yang rawan bencana.
Relevansi Kearifan Lokal di Era Modern
Kearifan lokal masyarakat Garut menunjukkan bahwa upaya pengurangan risiko bencana bukanlah hal baru. Sejak dahulu, leluhur telah memahami hubungan erat antara manusia dan lingkungan. Meski kini teknologi modern menawarkan berbagai solusi, prinsip dasar dari pepatah Sunda tersebut tetap tidak tergantikan: menjaga keseimbangan alam adalah kunci utama dalam mengurangi risiko bencana.
Warisan untuk Generasi Mendatang
Sudah sepatutnya nilai-nilai luhur ini diteruskan kepada generasi berikutnya. Pepatah gunung kaian dan gawir awian bukan sekadar kata mutiara, tetapi panduan hidup yang mengajarkan tindakan nyata dalam merawat alam. Sebab, alam tidak membutuhkan retorika indah, melainkan perbuatan nyata untuk menjaganya.
Pada akhirnya, menjaga alam berarti menjaga kehidupan kita sendiri. Seperti pesan bijak yang diwariskan oleh nenek moyang: ketika kita merawat alam, maka alam akan merawat kita.