Anak yang sebagai korban bullying atau perundungan: 87 kasus. Anak korban kebijakan pendidikan: 27 kasus Anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis: 236 kasus Anak korban kekerasan seksual: 487 kasus. Upaya penghapusan tiga “dosa besar” pendidikan, yaitu kekerasan seksual, perundungan, dan intoleransi, masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi dunia pendidikan di Indonesia. Perlu implementasi kebijakan yang konkret dan penegakan aturan yang tegas agar kejadian negatif tersebut tidak terus berulang. Dari data yang dihimpun oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), kasus bullying masih menjadi teror bagi anak-anak di lingkungan sekolah. Sementara itu untuk jenis bullying yang sering dialami korban ialah bullying fisik (55,5%), bullying verbal (29,3%), dan bullying psikologis (15,2%). Sedangkan untuk tingkat jenjang pendidikan, siswa SD menjadi korban bullying terbanyak (26%), diikuti siswa SMP (25%), dan siswa SMA (18,75%). Perundungan (bullying) yang terjadi akhir-akhir ini telah menjadi masalah sosial yang meresahkan di masyarakat, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan tentu para orang tua. Menurut Unicef, bullying dapat diidentifikasi melalui tiga ciri, yaitu dilakukan dengan sengaja (untuk menyakiti). terjadi secara berulang-ulang, dan ada perbedaan kekuasaan. Seorang pelaku perundungan ini memang bermaksud untuk menyakiti korbannya, baik secara fisik ataupun psikis. Oleh karena itu, keseriusan pemerintah dan berbagai pihak sangat diperlukan. Mengingat, jumlah korban bullying bisa jadi lebih besar karena tidak semua dilaporkan. Orang tua, guru, ataupun instantsi pemerintah berperan untuk mengawasi dan mengedukasi anak-anak sekolah sejak dini. Kasus bullying di Sekolah Meningkat Selama 2023. Januari-Agustus 2023, terdapat 2.355 kasus pelanggaran terhadap perlindungan anak. Dari sekian laporan yang masuk tersebut, 837 kasus terjadi di lingkup satuan pendidikan, antara lain:
Copyright © Sekolah Relawan 2023